Seperti halnya penyebaran agama
Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang
Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan
pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka
seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat
tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat
menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta
antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan
agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui
perkawinan.
Di antara para pedagang tersebut,
terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka
mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat.
Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan
penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para
pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah
memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga
kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga
ada yang menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan
anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama
bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah
kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir
kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
b. Peranan Bandar-Bandar di
Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh
kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga
digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur
perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini
memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke
Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para
pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun
kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat
penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat
kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara
sungai.
Dalam perkembangannya,
bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang
menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda
Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan
Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya
pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
Peranan bandar-bandar sebagai pusat
perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai
perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan
dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang
Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota
pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota
pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir
sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan,
dan ada tempat para penguasa (sultan).
c. Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di
samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh.
Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya.
Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi
masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini
memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri
dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan
pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama
Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai
tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat
dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah
tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan
istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung
tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik
Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan
menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat).
Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang
pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin).
Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim).
Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan
yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas
Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang
pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan
dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku).
Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq).
Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya
ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said).
Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa
Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif
Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang
pemimpin berjiwa besar.